Sabtu, 25 November 2017

Analisa kasus dan proses pengambilan keputusan





Tugas Pengantar Manajemen
Analisa kasus dan proses pengambilan keputusan pada suatu berita 

Nama : Amin mahmudi AS.
Nim : 01217053
Prodi : Manajemen

 

Dua Tersangka Korupsi Bank Jatim Ditahan, Siapa Menyusul …. (Bagian 4)


Ditulis Oleh Soerabaia Newsweek15 October 2017



SURABAYA – Kasus dugaan korupsi di PT Bank Jatim Tbk. telah memasuki babak baru, setelah melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan oleh Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri beberapa tahun. Maka, dua tersangka kasus korupsi Bank Jatim menjalani pelimpahan tahap dua dari penyidik Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Kamis (12/10/2017). Kedua langsung ditahan usai menjalani pelimpahan tahap dua kasus korupsi kredit macet PT Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS) senilai 147,4 miliar.
          Dua tersangka yang ditahan, yaitu; Wonggo Prayitno (mantan pimpinan Divisi Kredit KMK Bank Jatim) dan Arya Lelana (mantan Pimsubdiv Kredit KMK Bank Jatim). “Kedua tersangka memberikan fasilitas kredit terhadap PT SGS telah melanggar SK Direksi Nomor 048/203/KEP/DIR/KRD tertanggal 31 Desember 2010. Dimana pada proses pemberian penasabahan plafon kredit stanby load kepada PT SGS dari nilai awal Rp 80 miliar jadi Rp 125 miliar,” ujar Didik Farkhan Alisyahdi kepada wartawan.
          Ia menjelaskan, pemberian kredit tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK. Selain itu berdasarkan fakta ternyata PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD, tapi telah diajukan dalam proses penambahan plafon kredit dan tidak sesuai dengan ketentuan buku Pedoman Perkreditan Kredit Menengah dan Korporasi SK Nomor 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Februari 2005 yang kemudian dilakukan perubahan pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit Menengah dan Korporasi SK Dir Nomor 047/001/DIR/KRD tanggal 30 Januari 2009.
          “Proses pemberian pencairan kredit pada PT SGS tidak sesuai dengan Pedoman Pekrditan Kredit Menengah dan Korporasi. Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 155 miliar yang terdiri dari Rp 120 yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit PT SGS,” jelasnya.
          Menurut Didik, perbuatan kedua tersangka telah melanggar Pasal 2, pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP,” pungkas Didik Farkhan Alisyahdi.
          Diberitakan sebelumnya, Direksi PT Bank Jatim disangka dalam tindak pidana berlapis, yaitu; UU No.31 tahun 1999 yang diubah UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, UU Perbankan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Adalah Su’udi, Direktur Menengah dan Korporasi, Direktur Operasional oleh Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri. Sedangkan, Eko Antono Direktur Kepatuhan dan Human Capital telah mengundurkan diri dan digantikan oleh Hadi Santoso kedudukannya.
          Informasi yang diperoleh Soerabaia Newsweek menyebutkan Bareskrim Polri mengungkap dugaan korupsi di Bank Jatim, era Hadi Sukrianto, Direktur Utama. Kini telah ditetapkan empat mantan direksi sebagai tersangka. Polri belum menetapkan tersangka dari pihak nasabah PT Surya Graha Semesta (SGS), Sidoarjo, yang diduga membobol uang Bank Jatim sebesar Rp 124 miliar. Dalam kasus ini, kata direksi PT SGS, yang melobi direksi Bank Jatim adalah Tjahjo Widjojo alias Ayong dan Punggowo Santoso, selaku pemegang saham PT SGS. Sedangkan Direktur utama PT SGS, Rudi Wahono, hanya diperintah menandatangani kredit Standby loan, bersama Erwanto, orang kepercayaan Ayong.
          Bareskrim Polri, mendapat keterangan, saat ini penyidik sudah memeriksa puluhan saksi. Termasuk beberapa direksi yang sudah pensiun. Diantaranya Wonggo Prayitno. "Kami menyidik kasus ini dengan mengirim penyidik ke Surabaya meminjam ruang penyidik di

Satreskrim Polrestabes Surabaya," jelasnya. Bahkan untuk penyitaan beberapa mobil, penyidik Bareskrim Polri meminjam Polsek Wonokromo sebagai tempat penyimpanan mobil sitaan dari Direktur PT SGS.
          Kredit Standby Loan sendiri merupakan fasilitas kredit modal kerja kepada Kontraktor untuk menyelesaikan suatu pekerjaan berdasarkan Kontrak Kerja dengan plafon tertentu yang dapat dicairkan secara revolving per proyek atau kontrak kerja dan pelunasan kreditnya bersumber dari pembayaran termyn Proyek yang bersangkutan. Sementara, penyidik Bareskrim menyebut sudah 6 orang dari internal Bank Jatim, yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari keempat tersangka itu, baru satu yang sudah ditangkap, sedang yang lain masih belum ditahan.
          Skandal ini yang diduga kuat menjadi penyebab mundurnya (dimundurkannya) mantan direktur utama sekaligus mantan komisaris Bank Jatim Hadi Sukrianto. Pria yang hobi golf ini diduga ikut dalam proses persetujuan pencairan hingga hapus buku. Sementara, PT SGS sendiri saat ini sedang diproses di Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim), terkait dugaan korupsi sejumlah proyek fisik, diantaranya pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, yang dana pembangunannya juga diperoleh dari kredit yang dikucurkan oleh Bank Jatim, saat era Hadi Sukrianto.
          Kepastian ada hubungan antara kredit PT SGS dengan kemunduran Hadi, diketahui dari dokumen surat pengunduran diri Hadi Sukrianto tertanggal 17 Maret 2016 kepada Gubernur Jawa Timur (pemegang saham pengendali Bank Jatim), dengan perihal Pengunduran diri sebagai Komisaris Bank Jatim.Fakta ini menjawab pernyataan Komisaris Utama (independen) Bank Jatim, Heru Santoso, yang hanya menyebut Bank Jatim melihat manfaat dan mudorot terhadap perilaku. Seluruh tingkah pola kita lihat manfaat dan mudorotnya. Kita meminimalkan mudorotnya daripada memaksimalkan manfaatnya, jelasnya pada Jumat (24/6/2016) silam.
Direksi Akui Hapus Buku
          Dari dokumen yang diperoleh Soerabaia Newsweek, juga terungkap pengakuan Hadi Sukrianto, bahwa salah satu tim pemeriksa di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kantor regional 3 (kini 4), menanyakan hasil Fit and Proper terkait kredit bermasalah atas nama PT SGS berdasarkan laporan LSM. Hadi juga mengaku sebagai direktur utama di masa itu merasa bertanggung jawab sebagai pemimpin yang tidak mampu mendeteksi secara rinci yang sesungguhnya terjadi.
          Setidaknya ada beberapa nama direksi aktif dan non-aktif Bank Jatim disinyalir juga terlibat dalam aksi hapus buku atas debitur PT SGS yang diduga telah menyebabkan kerugian keuangan daerah Jawa Timur yang ada di Bank Jatim, dimana kerugian itu juga sudah diperiksa berdasarkan audit external BPKP dan BPK Perwakilan Jawa Timur tahun 2015. Dari dokumen hapus buku sebanyak 3 kali, ditemukan fakta bahwa direksi Bank Jatim periode sebelumnya, terdapat nama-nama direksi Bank Jatim yang secara terang ikut menandatangani proses hapus buku sebanyak 3 kali.
          Padahal, dari penyelidikan tim BPK RI Perwakilan Jawa Timur ke sejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, diketahui kalau PT SGS ternyata sudah menerima termyn-termyn proyek, termasuk untuk pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, Jembatan Kedung Kandang Kota Malang, proyek RSUD Gambiran Kota Kediri, pembangunan Gedung Poltek II Kota Kediri, Pembangunan kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, pembangunan Setda Madiun, pembangunan gedung kantor PT Bank BPR Jatim, pembangunan proyek pasar Caruban Madiun, dengan jumlah nilai proyek mencapai Rp 430.819.524.000,00,00.


Kejanggalan
          Dengan fakta adanya penerimaan termyn-termyn itu, maka syarat Hapus Buku untuk PT SGS menjadi janggal, karena PT SGS terbukti masih mampu untuk membayar cicilan kredit, bukan gagal bayar atau bangkrut sebagai salah satu syarat dilakukannya aksi Hapus Buku. Direksi Bank Jatim era pimpinan Drs. Suroso, tidak tahu permasalahan dugaan korupsi Rp 147 miliar, karena saat itu Suroso masih menjabat Direktur Utama Bank UMKM Jatim. "Pak Suroso, ditugaskan Gubernur benahi Bank Jatim era kepemimpinan Hadi Sukrianto," jelas seorang pegawai Bank Jatim, yang enggan disebutkan namanya.
          Sementara itu aset-aset tanah dan bangunan yang dijaminkan PT SGS, sudah dilakukan penyitaan oleh Bank Jatim. Termasuk beberapa mobil mewah yang disita tanpa BPKB. Rudi Wahono, yang dicacatkan ke Bank Jatim sebagai Direktur Utama PT SGS, Rudi Wahono, adalah pegawai rendahan di PT SGS. Ia dijadikan boneka oleh Ayong dan Punggowo, dengan iming-iming gaji direktur. Kini, setelah skandal PT SGS terbongkar, mobil inova perusahaan disita Polri, Rudi yang berdomisili di Tulangan, naik sepeda motor. Bahkan saat dipanggil penyidik Bareskrim Polri di Jakarta, ia disangoni penyidik, karena kehabisan uang saku.
          Yang lebih mengherankan Ponggowo Santoso, sebagai komisaris PT SGS juga melaporkan Tjahjo Widjojo alias Ayong kepada Polda Jatim tentang penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh Ayong sebagai kongsinya di PT SGS. Anehnya, dalam surat Tanda Bukti Lapor yang dibuat Ponggowo Santoso ini tidak dicantumkan alamat dan nomer telp/Fax/Email yang menimbulkan kecurigaan tersendiri. Ada apa ini …?!






Analisa pengambilan keputusan “ pemberian kredit tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK oleh PT. Bank Jatim pada PT. SGS ( Surya Graha Semesta )”


Langkak pengambilan keputusan tingkat manajerial

1.    Pengenalan persyaratan keputusan

Pada kasus ini terpampang permasalahan pemberian kredit yang tidak sesuai dengan DER ( Debt Equality Ratio ) dan dokumen SMPK kepada PT. SGS ( Surya Graha Semesta ) yang mana pemberian kredit ini merugikan keuangan negara sebesar Rp. 155 miliar yang terdiri dari Rp. 120 yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit PT. SGS.

Berdasarkan fakta ternyata PT. SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD, tapi telah diajukan dalam proses penambahan plafon kredit dan tidak sesuai dengan ketentuan buku Pedoman Per kreditan Kredit Menengah dan Korporasi SK Nomor 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Februari 2005 yang kemudian dilakukan perubahan pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit Menengah dan Korporasi SK Dir Nomor 047/001/DIR/KRD tanggal 30 Januari 2009.

2.    Diagnosa dan anaisis penyebab

Dari hasil analisa berita diatas terdapat 2 permasalahan yang saling bersangkutan yaitu kredit macet oleh PT. SGS yang dibuat-buat oleh mantan direktur utama PT. Bank Jatim Hadi Sukrianto yang diduga juga ikut dalam proses persetujuan pencairan hingga hapus buku kredit PT. SGS dan pelaporan Tjahjo Widjojo alias Ayong oleh Ponggowo Santoso sebagai komisaris PT SGS kepada Polda Jatim tentang penipuan dan penggelapan dana termyn proyek senilai ± Rp. 431 milyar.

3.    Pengembangan alternatif

Dari hasil informasi  berita diatas dapat di identifikasi dua permasalahan berbeda namun saling bersangkutan satu sama lain, yaitu tentang kredit macet yang dibuat-buat oleh mantan direktur utama PT. Bank Jatim Hadi Sukrianto Dan penggelapan dana proyek oleh pemegang saham PT. SGS Tjahjo Widjojo alias Ayong dari hasil kredit yang di keluarkan oleh PT. Bank Jatim.

Tahap perancangan solusi dalam bentuk alternatif pemecahan permasalahan sudah diterangkan dalam informasi berita diatas bahwasanya telah dilakukan penahanan oleh Bareskrim Mabes Polri  terhadap kedua tersangka kasus korupsi kredit macet PT Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS). Dua tersangka yang ditahan yaitu : Wonggo Prayitno (mantan pimpinan Divisi Kredit KMK Bank Jatim) dan Arya Lelana (mantan Pimsubdiv Kredit KMK Bank Jatim). Dan proses pemeriksaan terhadap pelaku penggelapan dana proyek oleh pemegang saham PT. SGS Tjahjo Widjojo alias Ayong dari hasil kredit yang di keluarkan oleh PT. Bank Jatim masih dalam tahap pemeriksaan.

4.    Evaluasi dan umpan balik

Proses monitoring dan evaluasi terhadap kasus diatas sudah sesuai dengan prosedur yang telah dilaksanakan oleh Bareskrim Mabes Polri yang selanjutnya dilakukan proses penahanan terhadap kedua tersangka yang telah di tetapkan sebagai tahanan. Dari bukti-bukti yang telah di pelajari oleh tim penyidik Bareskrim Mabes Polri tentang penghapusan buku kredit PT. SGS juga terdapat beberapa pelaku yang ikut serta tandatangan atas penghapusan buku kredit tersebut dan saat ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.



Sumber Berita :

Minggu, 05 November 2017

cp 1 pengantar manajemen



Hari / Tanggal : Senin, 6 November 2017
Capaian Pembelajaran 1
Pengantar Manajemen
Nama    : Amin Mahmudi A.S
NIM       : 01217053


RISIKO KREDIT
PT KIANI KERTAS
Prabowo dan 'Kebocoran' di PT.Kiani Kertas
Kembali, lebih dari 1000 orang karyawan PT. Kiani Kertas (Kertas Nusantara) dijadwalkan akan demo di depan kantor pemkab Berau Kalimantan Timur karena tunggakan gaji yang tidak diterima karyawan selama lebih dari 5 bulan. Pembayaran ini sudah ditunggak sejak bulan Agustus tahun lalu, karena kondisi keuangan perusahaan kertas terbesar di Asia tersebut dalam kondisi kritis. Ada apa dengan PT. Kiani Kertas? Bukankah dulu perusahaan ini berkibar dan sangat menguntungkan?Mengapa kini dalam kondisi terengah-engah? Salah kelola seperti apa? Apa ada yang bocor? Menurut Suyadi, Ketua DPC SBSI Berau Kaltim, sebelum diambil alih oleh Prabowo, kondisi PT. Kiani sangat sehat. Pabrik berjalan dengan baik, karyawan sejahtera, penduduk sekitar yang memiliki pohon diuntungkan juga dengan menyuplai ke PT. Kiani Kertas.Sebelum diambil alih oleh Prabowo, perusahaan itu sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan berhasil meningkatkan taraf perekonomian di Berau.Tetapi sekarang, walupun mesin-mesin masih baik, suplai kayu sudah ada (dari masyarakat sekitar yang menanam pohon kayu di HTI), tetapi mengapa justru produksi dihentikan?Pengambil Alihan PT. Kiani Kertas dari Bob Hassan ke Prabowo Dulu perusahaan ini merupakan perusahaan milik Bob Hassan. Perusahaan ini diambil alih oleh BPPN terkait penyelesaian hutang Bank Umum Nasional milik Bob Hassan senilai Rp 8,9 Trilyun. Berarti dalam hitungannya ketika itu tentu nilai PT. Kiani Kertas senilai Rp 8,9 Trilyun. Tahun 2002, BPPN menawarkan kepada perusahaan milik Prabowo Subianto, PT. Voyala, yang kemudian membeli semua saham PT. Kiani senilai Rp 7,1 Trilyun. Dari nilai tersebut, US$ 230 juta (sekitar Rp 2,3 Trilyun) merupakan kredit dari Bank Mandiri. Tetapi kemudian PT. Kiani terjerat dalam kredit macet tidak mampu membayar hutangnya ke Bank Mandiri.
Pada tahun 2005, Prabowo dipanggil oleh Kejagung sebagai saksi penyaluran kredit dari Bank Mandiri ke PT. Kiani Kertas, karena ada temuan dari Kejagung dan BPK terdapat perbuatan melawan hukum dalam penyaluran kredit Rp 1,89 Trilyun yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Tetapi tahun 2011, kasus ini di SP3kan oleh Kejagung. Penyelamat Prabowo dalam masalah kredit macet PT. Kiani Kertas adalah Hasyim Joyohadikusumo, yang pada tahun 2007 menyetorkan uang ke Bank Mandiri senilai US$ 50 juta, sehingga PT. Kiani bisa melakukan restrukturisasi hutang. Pada tahun 2011, PT. Kiani digugat pailit ke PN Jakpus karena tidak mampu membayar hutang dengan no register perkara 31/Pailit/2011/PN Niaga Jakpus.
PT.Kiani lolos dari gugatan pailit setelah 89% atau 120 kreditur dari 143 setuju memberikan perpanjangan masa pembayaran hutang. Keputusan ini diambil dari rapat pemungutan suara yang diadakan untuk memutuskan atau menolak proposal perpanjangan hutang oleh perusahaan milik Prabowo tersebut. Perpanjangan masa pembayaran terhitung mulai 2013, selama 15 tahun untuk kreditur separatis dan 20 tahun untuk kreditur konkuren Data kurator kepailitan menunjukkan bahwa hutang perusahaan terdiri dari :
1. Rp 7,94 Trilyun kepada kreditur separatis (kreditur utama atau pemegang jaminan kebendaan atau asset, prioritas mendapatkan pembayaran penjualatan kepailitan)
2. Rp 5,6 Trilyun kepada kreditur konkuren yang diakui
3. Rp 734 milyar kepada kreditur konkuren yang diakui sementara
Yang mengherankan, ternyata Prabowo meminjam kepada asing. Jadi kreditur separatis senilai Rp 7,94 Trilyun itu adalah JP Morgan Europe Ltd, Credit Suisse International, Boshendal Investment Ltd, Langass Offshore Inc. Lah, ini sami mawon donk, dimana letak nasionalismenya? Tidak semua kreditur menyetujui proposal perpanjangan hutang tersebut. Salah satunya adalah Allied Ever Investmen Ltd, yang menyatakan bahwa proposal dibuat sederhana. Padahal hutang yang dibuat oleh PT. Kiani Kertas ini dulu Rp 14,3 Trilyun. Kuasa hukumnya menyatakan: 'Banyak hal yang seharusnya diperiksa dan dipelajari. Apalagi laporan keuangan mereka juga tidak diaudit.Yang diaudit baru disampaikan kemarin.'Dana yang dipinjam memang sangat besar sekali.Nilainya trilyunan rupiah.Jika perusahaan tetap sekarat, cashflow perusahaan untuk bergerak tidak ada, bukankah penzaliman namanya terhadap karyawan yang ada beserta masyarakat sekitar yang menumpukan hidupnya dengan keberadaan perusahaan ini?Kemana larinya hasil produksi dulu yang sempat sangat baik?Dan kini, perusahaan itu masih berdarah-darah.Apakah Prabowo tidak berminat menutup kebocoran disini dengan serius pembenahan manajemen di PT. Kiani Kertas alias Kertas Nusantara ini?
ANALISIS
1.      Mengapa perusahaan berhutang untuk menjalankan bisnis dan operasionalnya?
Perusahaan terlibat utang untuk keperluan bisnis karena ada pemindah alihan kepemilikan perusahaan dari Bob Hasan ke PT. Voyala, perusahaan milik Prabowo Subianto yang membeli seluruh saham PT. Kiani yang senilai Rp 7,1 Trilyun namun dari nilai tersebut, US$ 230 juta (sekitar Rp 2,3 Trilyun) merupakan kredit dari Bank Mandiri
2.      Kepada siapa perusahaan berhutang tersebut?
PT. Kiani menjadi terlibat utang kepada Bank Mandiri, dan kepada beberapa pihak kreditur lainnya yang berupa kreditur separatis, kreditur konkuren yang diakui, kreditur konkuren yang diakui sementara, serta kreditur asing seperti JP Morgan Europe Ltd, Credit Suisse International, Boshendal Investment Ltd, Langass Offshore Inc.
3.      Bagaimana perusahaan melakukan pembayaran utang tersebut?
Karena perusahaan tidak mampu untuk membayar kewajibannya kepada para kreditur unuk saat ini, maka perusahaan sempat digugat pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun perusahaan berhasil lolos dari gugatan tersebut dan mendapat perpanjangan waktu untuk melunasi kewajibannya dari para kreditur
4.      Apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan?
Risiko Likuiditas
Perusahaan memiliki risiko tidak dapat melunasi seluruh utang dan kewajibannya kepada bank dan sejumlah pihak yang menjadi krediturnya meskipun sudah mendapat perpanjangan waktu karena perusahaan tidak beroperasi dengan baik.
Risiko Operasional
Perusahaan memiliki risiko operasional karena ada perubahan kepemilikan perusahaan yang secara langsung merubah dan mengganggu sistem operasional serta manajemen internal perusahaan menjadi tidak berfungsi dengan baik dan menimbulkan masalah
Risiko Tenaga Kerja
Perusahaan yang tidak produktif dengan baik seperti sebelumnya menghasilkan risiko kepada perusahaan tidak bisa membayar gaji para tenaga kerjanya dengan sesuai.
5.      Bagaimana cara agar perusahaan dapat mengembangkan usahanya tanpa melakukan kredit atau berhutang?
Karena sebelum pemindah alihan kepemilikan perusahaan, PT Kiani Kertas sudah dapat beroperasi dengan baik tanpa terlilit oleh utang, maka dari itu perusahaan seharusnya bisa tetap mempertahankan sistem manajemen dan operasional mereka dengan baik agar perusahaan tetap berproduksi dengan lancar dan perusahaan bisa mendapatkan keuntungan.
Sistem manajemen internal yang baik, mengurangi pengeluarkan perusahaan yang tidak penting, memaksimalkan penggunaan asset yang dimiliki perusahaan serta memanfaatkan sumber daya dari lingkungan sekitar perusahaan untuk kebutuhan produksi dapat menghemat biaya perusahaan daripada perusahaan harus meminjam dana kepada kreditur untuk kebutuhan produksi.