Amin Mahmudi A.S (01217053)
F.E.B MANAJEMEN
Khususon
Minggu, 22 Juli 2018
LAUNDRYGO PROPOSAL
LAUNDRYGO PROPOSAL
PROPOSAL DAPAT DI UNDUH DI LINK BERIKUT INI
PROPOSAL
DIKARENAKAN BEBERAPA TABEL KEUANGAN TIDAK BISA DI EDIT, MAKA KAMI MEMBUAT LAGI DI EXCEL
ARUS KAS
LAPORAN LABA RUGI
LAPORAN NERACA
CASH FLOW
RENCANA ARUS KAS
BERIKUT INI ADALAH VIDEO PROMOSI PERUSAHAAN KAMI :
KLIK DISINI
Sabtu, 21 Juli 2018
Pengantar Bisnis Individu (Rencana Bisnis)
Nama : Amin Mahmudi Agus S.
NIM : 01217053
Prodi : Manajemen A
Berikut ini Rencana Bisnis saya untuk memenuhi tugas Pengantar Bisnis semester genap.
Minggu, 25 Maret 2018
pengabis semester ( genap )
Nama : Amin Mahmudi AS.
NIM : 01217053
Kelas : Manajemen A
berikut ini Proposal Usaha Saya
pada tugas ini saya tidak melampirkan pinjaman dan izin usaha karena pemakaian dana pribadi, dan belum mengurus surat perizinan.
terima kasih.
Rabu, 06 Desember 2017
Sabtu, 25 November 2017
Analisa kasus dan proses pengambilan keputusan
Tugas Pengantar Manajemen
Analisa kasus dan proses pengambilan keputusan pada suatu berita
Analisa kasus dan proses pengambilan keputusan pada suatu berita
Nim : 01217053
Prodi : Manajemen
Dua Tersangka Korupsi Bank Jatim Ditahan, Siapa Menyusul …. (Bagian 4)
Ditulis Oleh Soerabaia Newsweek15 October 2017
SURABAYA
– Kasus dugaan korupsi di PT Bank Jatim Tbk. telah memasuki babak baru, setelah
melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan oleh Bareskrim Direktorat
Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri beberapa tahun. Maka, dua
tersangka kasus korupsi Bank Jatim menjalani pelimpahan tahap dua dari penyidik
Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Kamis
(12/10/2017). Kedua langsung ditahan usai menjalani pelimpahan tahap dua kasus
korupsi kredit macet PT Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS) senilai
147,4 miliar.
Dua tersangka yang ditahan,
yaitu; Wonggo Prayitno (mantan pimpinan Divisi Kredit KMK Bank Jatim) dan Arya
Lelana (mantan Pimsubdiv Kredit KMK Bank Jatim). “Kedua tersangka memberikan
fasilitas kredit terhadap PT SGS telah melanggar SK Direksi Nomor
048/203/KEP/DIR/KRD tertanggal 31 Desember 2010. Dimana pada proses pemberian
penasabahan plafon kredit stanby load kepada PT SGS dari nilai awal Rp 80 miliar
jadi Rp 125 miliar,” ujar Didik Farkhan Alisyahdi kepada wartawan.
Ia menjelaskan, pemberian kredit tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK. Selain itu berdasarkan fakta ternyata PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD, tapi telah diajukan dalam proses penambahan plafon kredit dan tidak sesuai dengan ketentuan buku Pedoman Perkreditan Kredit Menengah dan Korporasi SK Nomor 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Februari 2005 yang kemudian dilakukan perubahan pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit Menengah dan Korporasi SK Dir Nomor 047/001/DIR/KRD tanggal 30 Januari 2009.
“Proses pemberian pencairan kredit pada PT SGS tidak sesuai dengan Pedoman Pekrditan Kredit Menengah dan Korporasi. Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 155 miliar yang terdiri dari Rp 120 yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit PT SGS,” jelasnya.
Menurut Didik, perbuatan kedua tersangka telah melanggar Pasal 2, pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP,” pungkas Didik Farkhan Alisyahdi.
Diberitakan sebelumnya, Direksi PT Bank Jatim disangka dalam tindak pidana berlapis, yaitu; UU No.31 tahun 1999 yang diubah UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, UU Perbankan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Adalah Su’udi, Direktur Menengah dan Korporasi, Direktur Operasional oleh Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri. Sedangkan, Eko Antono Direktur Kepatuhan dan Human Capital telah mengundurkan diri dan digantikan oleh Hadi Santoso kedudukannya.
Informasi yang diperoleh Soerabaia Newsweek menyebutkan Bareskrim Polri mengungkap dugaan korupsi di Bank Jatim, era Hadi Sukrianto, Direktur Utama. Kini telah ditetapkan empat mantan direksi sebagai tersangka. Polri belum menetapkan tersangka dari pihak nasabah PT Surya Graha Semesta (SGS), Sidoarjo, yang diduga membobol uang Bank Jatim sebesar Rp 124 miliar. Dalam kasus ini, kata direksi PT SGS, yang melobi direksi Bank Jatim adalah Tjahjo Widjojo alias Ayong dan Punggowo Santoso, selaku pemegang saham PT SGS. Sedangkan Direktur utama PT SGS, Rudi Wahono, hanya diperintah menandatangani kredit Standby loan, bersama Erwanto, orang kepercayaan Ayong.
Bareskrim Polri, mendapat keterangan, saat ini penyidik sudah memeriksa puluhan saksi. Termasuk beberapa direksi yang sudah pensiun. Diantaranya Wonggo Prayitno. "Kami menyidik kasus ini dengan mengirim penyidik ke Surabaya meminjam ruang penyidik di
Ia menjelaskan, pemberian kredit tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK. Selain itu berdasarkan fakta ternyata PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD, tapi telah diajukan dalam proses penambahan plafon kredit dan tidak sesuai dengan ketentuan buku Pedoman Perkreditan Kredit Menengah dan Korporasi SK Nomor 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Februari 2005 yang kemudian dilakukan perubahan pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit Menengah dan Korporasi SK Dir Nomor 047/001/DIR/KRD tanggal 30 Januari 2009.
“Proses pemberian pencairan kredit pada PT SGS tidak sesuai dengan Pedoman Pekrditan Kredit Menengah dan Korporasi. Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 155 miliar yang terdiri dari Rp 120 yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit PT SGS,” jelasnya.
Menurut Didik, perbuatan kedua tersangka telah melanggar Pasal 2, pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP,” pungkas Didik Farkhan Alisyahdi.
Diberitakan sebelumnya, Direksi PT Bank Jatim disangka dalam tindak pidana berlapis, yaitu; UU No.31 tahun 1999 yang diubah UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, UU Perbankan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Adalah Su’udi, Direktur Menengah dan Korporasi, Direktur Operasional oleh Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri. Sedangkan, Eko Antono Direktur Kepatuhan dan Human Capital telah mengundurkan diri dan digantikan oleh Hadi Santoso kedudukannya.
Informasi yang diperoleh Soerabaia Newsweek menyebutkan Bareskrim Polri mengungkap dugaan korupsi di Bank Jatim, era Hadi Sukrianto, Direktur Utama. Kini telah ditetapkan empat mantan direksi sebagai tersangka. Polri belum menetapkan tersangka dari pihak nasabah PT Surya Graha Semesta (SGS), Sidoarjo, yang diduga membobol uang Bank Jatim sebesar Rp 124 miliar. Dalam kasus ini, kata direksi PT SGS, yang melobi direksi Bank Jatim adalah Tjahjo Widjojo alias Ayong dan Punggowo Santoso, selaku pemegang saham PT SGS. Sedangkan Direktur utama PT SGS, Rudi Wahono, hanya diperintah menandatangani kredit Standby loan, bersama Erwanto, orang kepercayaan Ayong.
Bareskrim Polri, mendapat keterangan, saat ini penyidik sudah memeriksa puluhan saksi. Termasuk beberapa direksi yang sudah pensiun. Diantaranya Wonggo Prayitno. "Kami menyidik kasus ini dengan mengirim penyidik ke Surabaya meminjam ruang penyidik di
Satreskrim Polrestabes Surabaya," jelasnya.
Bahkan untuk penyitaan beberapa mobil, penyidik Bareskrim Polri meminjam Polsek
Wonokromo sebagai tempat penyimpanan mobil sitaan dari Direktur PT SGS.
Kredit Standby Loan sendiri merupakan fasilitas kredit modal kerja kepada Kontraktor untuk menyelesaikan suatu pekerjaan berdasarkan Kontrak Kerja dengan plafon tertentu yang dapat dicairkan secara revolving per proyek atau kontrak kerja dan pelunasan kreditnya bersumber dari pembayaran termyn Proyek yang bersangkutan. Sementara, penyidik Bareskrim menyebut sudah 6 orang dari internal Bank Jatim, yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari keempat tersangka itu, baru satu yang sudah ditangkap, sedang yang lain masih belum ditahan.
Skandal ini yang diduga kuat menjadi penyebab mundurnya (dimundurkannya) mantan direktur utama sekaligus mantan komisaris Bank Jatim Hadi Sukrianto. Pria yang hobi golf ini diduga ikut dalam proses persetujuan pencairan hingga hapus buku. Sementara, PT SGS sendiri saat ini sedang diproses di Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim), terkait dugaan korupsi sejumlah proyek fisik, diantaranya pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, yang dana pembangunannya juga diperoleh dari kredit yang dikucurkan oleh Bank Jatim, saat era Hadi Sukrianto.
Kepastian ada hubungan antara kredit PT SGS dengan kemunduran Hadi, diketahui dari dokumen surat pengunduran diri Hadi Sukrianto tertanggal 17 Maret 2016 kepada Gubernur Jawa Timur (pemegang saham pengendali Bank Jatim), dengan perihal Pengunduran diri sebagai Komisaris Bank Jatim.Fakta ini menjawab pernyataan Komisaris Utama (independen) Bank Jatim, Heru Santoso, yang hanya menyebut Bank Jatim melihat manfaat dan mudorot terhadap perilaku. Seluruh tingkah pola kita lihat manfaat dan mudorotnya. Kita meminimalkan mudorotnya daripada memaksimalkan manfaatnya, jelasnya pada Jumat (24/6/2016) silam.
Direksi Akui Hapus Buku
Dari dokumen yang diperoleh Soerabaia Newsweek, juga terungkap pengakuan Hadi Sukrianto, bahwa salah satu tim pemeriksa di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kantor regional 3 (kini 4), menanyakan hasil Fit and Proper terkait kredit bermasalah atas nama PT SGS berdasarkan laporan LSM. Hadi juga mengaku sebagai direktur utama di masa itu merasa bertanggung jawab sebagai pemimpin yang tidak mampu mendeteksi secara rinci yang sesungguhnya terjadi.
Setidaknya ada beberapa nama direksi aktif dan non-aktif Bank Jatim disinyalir juga terlibat dalam aksi hapus buku atas debitur PT SGS yang diduga telah menyebabkan kerugian keuangan daerah Jawa Timur yang ada di Bank Jatim, dimana kerugian itu juga sudah diperiksa berdasarkan audit external BPKP dan BPK Perwakilan Jawa Timur tahun 2015. Dari dokumen hapus buku sebanyak 3 kali, ditemukan fakta bahwa direksi Bank Jatim periode sebelumnya, terdapat nama-nama direksi Bank Jatim yang secara terang ikut menandatangani proses hapus buku sebanyak 3 kali.
Padahal, dari penyelidikan tim BPK RI Perwakilan Jawa Timur ke sejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, diketahui kalau PT SGS ternyata sudah menerima termyn-termyn proyek, termasuk untuk pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, Jembatan Kedung Kandang Kota Malang, proyek RSUD Gambiran Kota Kediri, pembangunan Gedung Poltek II Kota Kediri, Pembangunan kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, pembangunan Setda Madiun, pembangunan gedung kantor PT Bank BPR Jatim, pembangunan proyek pasar Caruban Madiun, dengan jumlah nilai proyek mencapai Rp 430.819.524.000,00,00.
Kejanggalan
Dengan fakta adanya penerimaan termyn-termyn itu, maka syarat Hapus Buku untuk PT SGS menjadi janggal, karena PT SGS terbukti masih mampu untuk membayar cicilan kredit, bukan gagal bayar atau bangkrut sebagai salah satu syarat dilakukannya aksi Hapus Buku. Direksi Bank Jatim era pimpinan Drs. Suroso, tidak tahu permasalahan dugaan korupsi Rp 147 miliar, karena saat itu Suroso masih menjabat Direktur Utama Bank UMKM Jatim. "Pak Suroso, ditugaskan Gubernur benahi Bank Jatim era kepemimpinan Hadi Sukrianto," jelas seorang pegawai Bank Jatim, yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu aset-aset tanah dan bangunan yang dijaminkan PT SGS, sudah dilakukan penyitaan oleh Bank Jatim. Termasuk beberapa mobil mewah yang disita tanpa BPKB. Rudi Wahono, yang dicacatkan ke Bank Jatim sebagai Direktur Utama PT SGS, Rudi Wahono, adalah pegawai rendahan di PT SGS. Ia dijadikan boneka oleh Ayong dan Punggowo, dengan iming-iming gaji direktur. Kini, setelah skandal PT SGS terbongkar, mobil inova perusahaan disita Polri, Rudi yang berdomisili di Tulangan, naik sepeda motor. Bahkan saat dipanggil penyidik Bareskrim Polri di Jakarta, ia disangoni penyidik, karena kehabisan uang saku.
Yang lebih mengherankan Ponggowo Santoso, sebagai komisaris PT SGS juga melaporkan Tjahjo Widjojo alias Ayong kepada Polda Jatim tentang penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh Ayong sebagai kongsinya di PT SGS. Anehnya, dalam surat Tanda Bukti Lapor yang dibuat Ponggowo Santoso ini tidak dicantumkan alamat dan nomer telp/Fax/Email yang menimbulkan kecurigaan tersendiri. Ada apa ini …?!
Kredit Standby Loan sendiri merupakan fasilitas kredit modal kerja kepada Kontraktor untuk menyelesaikan suatu pekerjaan berdasarkan Kontrak Kerja dengan plafon tertentu yang dapat dicairkan secara revolving per proyek atau kontrak kerja dan pelunasan kreditnya bersumber dari pembayaran termyn Proyek yang bersangkutan. Sementara, penyidik Bareskrim menyebut sudah 6 orang dari internal Bank Jatim, yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari keempat tersangka itu, baru satu yang sudah ditangkap, sedang yang lain masih belum ditahan.
Skandal ini yang diduga kuat menjadi penyebab mundurnya (dimundurkannya) mantan direktur utama sekaligus mantan komisaris Bank Jatim Hadi Sukrianto. Pria yang hobi golf ini diduga ikut dalam proses persetujuan pencairan hingga hapus buku. Sementara, PT SGS sendiri saat ini sedang diproses di Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim), terkait dugaan korupsi sejumlah proyek fisik, diantaranya pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, yang dana pembangunannya juga diperoleh dari kredit yang dikucurkan oleh Bank Jatim, saat era Hadi Sukrianto.
Kepastian ada hubungan antara kredit PT SGS dengan kemunduran Hadi, diketahui dari dokumen surat pengunduran diri Hadi Sukrianto tertanggal 17 Maret 2016 kepada Gubernur Jawa Timur (pemegang saham pengendali Bank Jatim), dengan perihal Pengunduran diri sebagai Komisaris Bank Jatim.Fakta ini menjawab pernyataan Komisaris Utama (independen) Bank Jatim, Heru Santoso, yang hanya menyebut Bank Jatim melihat manfaat dan mudorot terhadap perilaku. Seluruh tingkah pola kita lihat manfaat dan mudorotnya. Kita meminimalkan mudorotnya daripada memaksimalkan manfaatnya, jelasnya pada Jumat (24/6/2016) silam.
Direksi Akui Hapus Buku
Dari dokumen yang diperoleh Soerabaia Newsweek, juga terungkap pengakuan Hadi Sukrianto, bahwa salah satu tim pemeriksa di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kantor regional 3 (kini 4), menanyakan hasil Fit and Proper terkait kredit bermasalah atas nama PT SGS berdasarkan laporan LSM. Hadi juga mengaku sebagai direktur utama di masa itu merasa bertanggung jawab sebagai pemimpin yang tidak mampu mendeteksi secara rinci yang sesungguhnya terjadi.
Setidaknya ada beberapa nama direksi aktif dan non-aktif Bank Jatim disinyalir juga terlibat dalam aksi hapus buku atas debitur PT SGS yang diduga telah menyebabkan kerugian keuangan daerah Jawa Timur yang ada di Bank Jatim, dimana kerugian itu juga sudah diperiksa berdasarkan audit external BPKP dan BPK Perwakilan Jawa Timur tahun 2015. Dari dokumen hapus buku sebanyak 3 kali, ditemukan fakta bahwa direksi Bank Jatim periode sebelumnya, terdapat nama-nama direksi Bank Jatim yang secara terang ikut menandatangani proses hapus buku sebanyak 3 kali.
Padahal, dari penyelidikan tim BPK RI Perwakilan Jawa Timur ke sejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, diketahui kalau PT SGS ternyata sudah menerima termyn-termyn proyek, termasuk untuk pembangunan Jembatan Brawijaya di Kota Kediri, Jembatan Kedung Kandang Kota Malang, proyek RSUD Gambiran Kota Kediri, pembangunan Gedung Poltek II Kota Kediri, Pembangunan kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, pembangunan Setda Madiun, pembangunan gedung kantor PT Bank BPR Jatim, pembangunan proyek pasar Caruban Madiun, dengan jumlah nilai proyek mencapai Rp 430.819.524.000,00,00.
Kejanggalan
Dengan fakta adanya penerimaan termyn-termyn itu, maka syarat Hapus Buku untuk PT SGS menjadi janggal, karena PT SGS terbukti masih mampu untuk membayar cicilan kredit, bukan gagal bayar atau bangkrut sebagai salah satu syarat dilakukannya aksi Hapus Buku. Direksi Bank Jatim era pimpinan Drs. Suroso, tidak tahu permasalahan dugaan korupsi Rp 147 miliar, karena saat itu Suroso masih menjabat Direktur Utama Bank UMKM Jatim. "Pak Suroso, ditugaskan Gubernur benahi Bank Jatim era kepemimpinan Hadi Sukrianto," jelas seorang pegawai Bank Jatim, yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu aset-aset tanah dan bangunan yang dijaminkan PT SGS, sudah dilakukan penyitaan oleh Bank Jatim. Termasuk beberapa mobil mewah yang disita tanpa BPKB. Rudi Wahono, yang dicacatkan ke Bank Jatim sebagai Direktur Utama PT SGS, Rudi Wahono, adalah pegawai rendahan di PT SGS. Ia dijadikan boneka oleh Ayong dan Punggowo, dengan iming-iming gaji direktur. Kini, setelah skandal PT SGS terbongkar, mobil inova perusahaan disita Polri, Rudi yang berdomisili di Tulangan, naik sepeda motor. Bahkan saat dipanggil penyidik Bareskrim Polri di Jakarta, ia disangoni penyidik, karena kehabisan uang saku.
Yang lebih mengherankan Ponggowo Santoso, sebagai komisaris PT SGS juga melaporkan Tjahjo Widjojo alias Ayong kepada Polda Jatim tentang penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh Ayong sebagai kongsinya di PT SGS. Anehnya, dalam surat Tanda Bukti Lapor yang dibuat Ponggowo Santoso ini tidak dicantumkan alamat dan nomer telp/Fax/Email yang menimbulkan kecurigaan tersendiri. Ada apa ini …?!
Analisa
pengambilan keputusan “ pemberian kredit tidak sesuai dengan DER (Debt Equity
Ratio) dan dokumen SPMK oleh PT. Bank Jatim pada PT. SGS ( Surya Graha Semesta
)”
Langkak pengambilan keputusan tingkat manajerial
1. Pengenalan
persyaratan keputusan
Pada kasus ini terpampang
permasalahan pemberian kredit yang tidak sesuai dengan DER ( Debt Equality
Ratio ) dan dokumen SMPK kepada PT. SGS ( Surya Graha Semesta ) yang mana
pemberian kredit ini merugikan keuangan negara sebesar Rp. 155 miliar yang
terdiri dari Rp. 120 yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit
delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit PT.
SGS.
Berdasarkan fakta ternyata PT. SGS
tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD, tapi telah diajukan dalam proses
penambahan plafon kredit dan tidak sesuai dengan ketentuan buku Pedoman Per kreditan
Kredit Menengah dan Korporasi SK Nomor 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Februari
2005 yang kemudian dilakukan perubahan pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit
Menengah dan Korporasi SK Dir Nomor 047/001/DIR/KRD tanggal 30 Januari 2009.
2. Diagnosa
dan anaisis penyebab
Dari hasil analisa berita diatas terdapat
2 permasalahan yang saling bersangkutan yaitu kredit macet oleh PT. SGS yang
dibuat-buat oleh mantan direktur utama PT. Bank Jatim Hadi Sukrianto yang diduga
juga ikut dalam proses persetujuan pencairan hingga hapus buku kredit PT. SGS dan
pelaporan Tjahjo Widjojo alias Ayong oleh Ponggowo Santoso sebagai komisaris PT
SGS kepada Polda Jatim tentang penipuan dan penggelapan dana termyn proyek senilai
± Rp. 431 milyar.
3. Pengembangan
alternatif
Dari hasil informasi berita diatas dapat di identifikasi dua
permasalahan berbeda namun saling bersangkutan satu sama lain, yaitu tentang
kredit macet yang dibuat-buat oleh mantan direktur utama PT. Bank Jatim Hadi Sukrianto
Dan penggelapan dana proyek oleh pemegang saham PT. SGS Tjahjo Widjojo alias
Ayong dari hasil kredit yang di keluarkan oleh PT. Bank Jatim.
Tahap perancangan solusi dalam
bentuk alternatif pemecahan permasalahan sudah diterangkan dalam informasi
berita diatas bahwasanya telah dilakukan penahanan oleh Bareskrim Mabes Polri terhadap kedua tersangka kasus korupsi kredit
macet PT Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS). Dua tersangka yang ditahan
yaitu : Wonggo Prayitno (mantan pimpinan Divisi Kredit KMK Bank Jatim) dan Arya
Lelana (mantan Pimsubdiv Kredit KMK Bank Jatim). Dan proses pemeriksaan
terhadap pelaku penggelapan dana proyek oleh pemegang saham PT. SGS Tjahjo
Widjojo alias Ayong dari hasil kredit yang di keluarkan oleh PT. Bank Jatim
masih dalam tahap pemeriksaan.
4. Evaluasi
dan umpan balik
Proses monitoring dan evaluasi terhadap
kasus diatas sudah sesuai dengan prosedur yang telah dilaksanakan oleh Bareskrim
Mabes Polri yang selanjutnya dilakukan proses penahanan terhadap kedua tersangka
yang telah di tetapkan sebagai tahanan. Dari bukti-bukti yang telah di pelajari
oleh tim penyidik Bareskrim Mabes Polri tentang penghapusan buku kredit PT. SGS
juga terdapat beberapa pelaku yang ikut serta tandatangan atas penghapusan buku
kredit tersebut dan saat ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Sumber
Berita :
Minggu, 05 November 2017
cp 1 pengantar manajemen
Hari / Tanggal : Senin, 6 November 2017
Capaian Pembelajaran
1
Pengantar Manajemen
Nama : Amin Mahmudi A.S
NIM : 01217053
RISIKO KREDIT
PT KIANI KERTAS
Prabowo dan
'Kebocoran' di PT.Kiani Kertas
Kembali, lebih dari 1000 orang karyawan PT.
Kiani Kertas (Kertas Nusantara) dijadwalkan akan demo di depan kantor pemkab
Berau Kalimantan Timur karena tunggakan gaji yang tidak diterima karyawan
selama lebih dari 5 bulan. Pembayaran ini sudah ditunggak sejak bulan Agustus
tahun lalu, karena kondisi keuangan perusahaan kertas terbesar di Asia tersebut
dalam kondisi kritis. Ada apa dengan PT. Kiani Kertas? Bukankah dulu perusahaan
ini berkibar dan sangat menguntungkan?Mengapa kini dalam kondisi
terengah-engah? Salah kelola seperti apa? Apa ada yang bocor? Menurut Suyadi,
Ketua DPC SBSI Berau Kaltim, sebelum diambil alih oleh Prabowo, kondisi PT.
Kiani sangat sehat. Pabrik berjalan dengan baik, karyawan sejahtera, penduduk
sekitar yang memiliki pohon diuntungkan juga dengan menyuplai ke PT. Kiani
Kertas.Sebelum diambil alih oleh Prabowo, perusahaan itu sangat bermanfaat bagi
masyarakat sekitar dan berhasil meningkatkan taraf perekonomian di Berau.Tetapi
sekarang, walupun mesin-mesin masih baik, suplai kayu sudah ada (dari
masyarakat sekitar yang menanam pohon kayu di HTI), tetapi mengapa justru
produksi dihentikan?Pengambil Alihan PT. Kiani Kertas dari Bob Hassan ke
Prabowo Dulu perusahaan ini merupakan perusahaan milik Bob Hassan. Perusahaan
ini diambil alih oleh BPPN terkait penyelesaian hutang Bank Umum Nasional milik
Bob Hassan senilai Rp 8,9 Trilyun. Berarti dalam hitungannya ketika itu tentu
nilai PT. Kiani Kertas senilai Rp 8,9 Trilyun. Tahun 2002, BPPN menawarkan
kepada perusahaan milik Prabowo Subianto, PT. Voyala, yang kemudian membeli
semua saham PT. Kiani senilai Rp 7,1 Trilyun. Dari nilai tersebut, US$ 230 juta
(sekitar Rp 2,3 Trilyun) merupakan kredit dari Bank Mandiri. Tetapi kemudian
PT. Kiani terjerat dalam kredit macet tidak mampu membayar hutangnya ke Bank
Mandiri.
Pada tahun 2005, Prabowo dipanggil oleh
Kejagung sebagai saksi penyaluran kredit dari Bank Mandiri ke PT. Kiani Kertas,
karena ada temuan dari Kejagung dan BPK terdapat perbuatan melawan hukum dalam
penyaluran kredit Rp 1,89 Trilyun yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Tetapi tahun 2011, kasus ini di SP3kan oleh Kejagung. Penyelamat Prabowo dalam
masalah kredit macet PT. Kiani Kertas adalah Hasyim Joyohadikusumo, yang pada
tahun 2007 menyetorkan uang ke Bank Mandiri senilai US$ 50 juta, sehingga PT.
Kiani bisa melakukan restrukturisasi hutang. Pada tahun 2011, PT. Kiani digugat
pailit ke PN Jakpus karena tidak mampu membayar hutang dengan no register
perkara 31/Pailit/2011/PN Niaga Jakpus.
PT.Kiani lolos dari gugatan pailit setelah 89%
atau 120 kreditur dari 143 setuju memberikan perpanjangan masa pembayaran
hutang. Keputusan ini diambil dari rapat pemungutan suara yang diadakan untuk
memutuskan atau menolak proposal perpanjangan hutang oleh perusahaan milik
Prabowo tersebut. Perpanjangan masa pembayaran terhitung mulai 2013, selama 15
tahun untuk kreditur separatis dan 20 tahun untuk kreditur konkuren Data
kurator kepailitan menunjukkan bahwa hutang perusahaan terdiri dari :
1.
Rp 7,94 Trilyun kepada kreditur separatis (kreditur utama atau pemegang jaminan
kebendaan atau asset, prioritas mendapatkan pembayaran penjualatan kepailitan)
2. Rp 5,6 Trilyun kepada kreditur konkuren yang
diakui
3. Rp 734 milyar kepada kreditur konkuren yang
diakui sementara
Yang mengherankan, ternyata Prabowo meminjam
kepada asing. Jadi kreditur separatis senilai Rp 7,94 Trilyun itu adalah JP
Morgan Europe Ltd, Credit Suisse International, Boshendal Investment Ltd,
Langass Offshore Inc. Lah, ini sami mawon donk, dimana letak nasionalismenya?
Tidak semua kreditur menyetujui proposal perpanjangan hutang tersebut. Salah
satunya adalah Allied Ever Investmen Ltd, yang menyatakan bahwa proposal dibuat
sederhana. Padahal hutang yang dibuat oleh PT. Kiani Kertas ini dulu Rp 14,3
Trilyun. Kuasa hukumnya menyatakan: 'Banyak hal yang seharusnya diperiksa dan
dipelajari. Apalagi laporan keuangan mereka juga tidak diaudit.Yang diaudit
baru disampaikan kemarin.'Dana yang dipinjam memang sangat besar
sekali.Nilainya trilyunan rupiah.Jika perusahaan tetap sekarat, cashflow
perusahaan untuk bergerak tidak ada, bukankah penzaliman namanya terhadap
karyawan yang ada beserta masyarakat sekitar yang menumpukan hidupnya dengan
keberadaan perusahaan ini?Kemana larinya hasil produksi dulu yang sempat sangat
baik?Dan kini, perusahaan itu masih berdarah-darah.Apakah Prabowo tidak
berminat menutup kebocoran disini dengan serius pembenahan manajemen di PT.
Kiani Kertas alias Kertas Nusantara ini?
ANALISIS
1.
Mengapa perusahaan berhutang untuk menjalankan bisnis dan operasionalnya?
Perusahaan
terlibat utang untuk keperluan bisnis karena ada pemindah alihan kepemilikan
perusahaan dari Bob Hasan ke PT. Voyala, perusahaan milik Prabowo Subianto yang
membeli seluruh saham PT. Kiani yang senilai Rp 7,1 Trilyun namun dari nilai
tersebut, US$ 230 juta (sekitar Rp 2,3 Trilyun) merupakan kredit dari Bank
Mandiri
2.
Kepada siapa perusahaan berhutang tersebut?
PT.
Kiani menjadi terlibat utang kepada Bank Mandiri, dan kepada beberapa pihak
kreditur lainnya yang berupa kreditur separatis, kreditur konkuren yang diakui,
kreditur konkuren yang diakui sementara, serta kreditur asing seperti JP Morgan
Europe Ltd, Credit Suisse International, Boshendal Investment Ltd, Langass
Offshore Inc.
3.
Bagaimana perusahaan melakukan pembayaran utang tersebut?
Karena
perusahaan tidak mampu untuk membayar kewajibannya kepada para kreditur unuk
saat ini, maka perusahaan sempat digugat pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, namun perusahaan berhasil lolos dari gugatan tersebut dan mendapat
perpanjangan waktu untuk melunasi kewajibannya dari para kreditur
4.
Apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan?
Risiko
Likuiditas
Perusahaan
memiliki risiko tidak dapat melunasi seluruh utang dan kewajibannya kepada bank
dan sejumlah pihak yang menjadi krediturnya meskipun sudah mendapat
perpanjangan waktu karena perusahaan tidak beroperasi dengan baik.
Risiko
Operasional
Perusahaan
memiliki risiko operasional karena ada perubahan kepemilikan perusahaan yang
secara langsung merubah dan mengganggu sistem operasional serta manajemen
internal perusahaan menjadi tidak berfungsi dengan baik dan menimbulkan masalah
Risiko
Tenaga Kerja
Perusahaan
yang tidak produktif dengan baik seperti sebelumnya menghasilkan risiko kepada
perusahaan tidak bisa membayar gaji para tenaga kerjanya dengan sesuai.
5.
Bagaimana cara agar perusahaan dapat mengembangkan usahanya tanpa melakukan
kredit atau berhutang?
Karena
sebelum pemindah alihan kepemilikan perusahaan, PT Kiani Kertas sudah dapat
beroperasi dengan baik tanpa terlilit oleh utang, maka dari itu perusahaan
seharusnya bisa tetap mempertahankan sistem manajemen dan operasional mereka
dengan baik agar perusahaan tetap berproduksi dengan lancar dan perusahaan bisa
mendapatkan keuntungan.
Sistem
manajemen internal yang baik, mengurangi pengeluarkan perusahaan yang tidak
penting, memaksimalkan penggunaan asset yang dimiliki perusahaan serta
memanfaatkan sumber daya dari lingkungan sekitar perusahaan untuk kebutuhan
produksi dapat menghemat biaya perusahaan daripada perusahaan harus meminjam
dana kepada kreditur untuk kebutuhan produksi.
Langganan:
Postingan (Atom)